Pemburu wisata religi dan budaya tentu tak asing dengan wisata Kota Cirebon. Kota di Jawa Barat ini punya segudang destinasi wisata religi yang menarik bagi umat muslim maupun pecinta sejarah. Ya, obyek wisata Cirebon sudah sangat kental dengan tempat-tempat bersejarah bernafaskan Islam.
Sejarah Islam di Cirebon
Catatan sejarah perkembangan Islam di Cirebon dimulai dari pendirian Keraton Pakungwati pada tahun 1430 oleh putra mahkota Kerajaan Pajajaran, yaitu Pangeran Walangsungsang. Keraton ini didirikan untuk anaknya tercinta, Ratu Ayu Pakungwati. Kemudian, Pakungwati menikah dengan Syech Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Di masa Sunan Gunung Jati inilah Islam berkembang dengan pesat di Cirebon.
Pada tahun 1679, Keraton Pakungwati berubah nama Menjadi Keraton Kasepuhan. Hal ini terjadi karena pada tahun 1677, terjadi penobatan Pangeran Martawijaya sebagai Sultan Sepuh, sementara adiknya yang bernama Pangeran Kertawijaya dinobatkan sebagai Sultan Anom. Sultan Anom kemudian membangun keraton untuk tempat tinggalnya. Karena ada dua keraton, akhirnya Keraton Pakungwati dinamai menjadi Keraton Kasepuhan karena jadi tempat tinggal sang kakak, dan tempat tinggal sang adik dinamakan Keraton Kanoman. Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman akhirnya menjadi pusat penyebaran agama Islam di Cirebon dan Nusantara.
Obyek Wisata Bernafaskan Islam di Cirebon
Perkembangan sejarah islam di Cirebon yang sangat pesat, membuat kota ini memiliki dua obyek wisata terbaik bernafaskan Islam. Berikut ini merupakan obyek wisata bernafaskan Islam yang bisa Anda kunjungi ketika berada di Cirebon.
Keraton Kasepuhan secara total memiliki luas sekitar 25 hektar, yang terdiri dari berbagai macam bangunan. Jika mengunjungi tempat ini, Anda akan berjumpa dengan kompleks bangunan yang disebut sebagai Siti Hinggil tepat di bagian terdepan keraton ini. Siti Hinggil memiliki gaya arsitektur era Majapahit yang membawa pengaruh terbesar terhadap peradaban di masa tersebut.
Terbuat dari bata merah, ada lima bangunan tanpa dinding di kompleks ini. Bangunan utama disebut Malang Semirang, dengan enam tiang yang melambangkan rukun iman dalam Islam. Jika tiang dari kelima bangunan tersebut dijumlahkan, maka jumlah totalnya menjadi 20 yang melambangkan sifat-sifat Allah.
Lebih jauh ke dalam, Anda akan menjumpai kompleks keraton atau tempat tinggal raja. Ada pula bangunan gedung baru untuk museum yang digunakan sebagai tempat menyimpan peninggalan bersejarah Sunan Gunung Jati. Di sini terdapat beragam benda pusaka sekaligus kereta keraton.
Anda bisa mengunjungi keraton ini setiap hari mulai pukul 8 pagi hingga 6 sore. Tiket masuknya pun murah, hanya Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Lalu, untuk masuk ke museumnya pun hanya Rp 25.000 saja.
Tersembunyi di belakang Pasar Kanoman, Cirebon, Anda akan menemukan Keraton Kanoman yang juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di kota ini dulu. Meski tak sebesar Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman tak kalah menariknya. Ditilik dari segi arsitektural, terlihat perbedaan mencolok dengan adanya keramik di dinding-dinding keraton ini sebagai akulturasi antara budaya Islam dan Tiongkok. Lewat gaya arsitektur ini, terlihat jika hubungan Keraton Kanoman dengan etnis Tionghoa terjalin dengan baik. Dominasi warna putih juga menjadi ciri khas yang membuat keraton ini tampak istimewa.
Di dalam keraton, Anda bisa memasuki museum dengan tiket masuk seharga Rp 10.000 saja. Selain itu, ada pula tempat bertapa di halaman belakang berupa taman air kecil. Yang menarik, di sebelahnya ada sebuah sumur yakni Sumur Pengasihan, yang konon katanya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan serangan ilmu hitam. Keraton ini buka mulai jam 6 pagi, hingga sore hari.